Annisa Ela Pratiwi
4eb03 / 20209567
SEMBILAN KAP YANG DIDUGA MELAKUKAN
KOALISI DENGAN KLIENNYA
Jakarta, 19 April 2001. Indonesia
Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut Sembilan Kantor
Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan (BPKP), diduga
telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah diauditnya antara tahum
1995 – 1997.
Koordinator ICW Teten Masduki
kepada wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP,
Sembilan dari sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank
bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit.
Hasil audit tersebut ternyata tidak
sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas bank – bank yang
diaudit tersebut termasuk di antara bank – bank yang dibekukan kegiatan
usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah AI
& R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY , S & S, SD
&R, dan RBT & R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi
etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank
yang diperiksa untuk memoles laporannnya sehingga memberikan laporan palsu, ini
jelas suatu kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat
akan memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan
mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan
pihak perbankan.
ICW menduga, hasil laporan KAP itu
bukan sekedar “human error” atau kesalahan dalam penulisan laporan keungan yang
tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai penyimpangan dan pelanggaran
yang coba ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi.
Teten juga menyayangkan Dirjen
Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan administratif meskipun pihak BPKP
telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif
untuk mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP itu tidak
ringan. “Kami mencurigai. Kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit
sehingga menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka
memberi laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini
merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan administratif dari
Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan publik itu,”
tegasnya. Menurut Teten, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP
tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus
meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar kode
etik profesi akuntan.
ANALISA:
Dalam kasus diatas, akuntan yang
bersangkutan banyak melanggar kode etik profesi akuntan.
·
Kode etik pertama yang dilanggar yaitu prinsip
pertama tentang tanggung jawab profesi.
Prinsip tanggung jawab profesi ini
mengandung makna bahwa akuntan sebagai pemberi jasa professional memiliki
tanggung jawab kepada semua pemakai jasa mereka termasuk masyarakat dan juga
pemegang saham.
Dalam kasus ini, dengan menerbitkan
laporan palsu, maka akuntan telah menyalahi kepercayaan yang diberikan
masyarakat kepada mereka selaku orang yang dianggap dapat dipercaya dalam
penyajian laporan keuangan.
·
Kode etik kedua yang dilanggar yaitu prinsip
kepentingan publik.
Prinsip kepentingan publik adalah
setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan
kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas
profesionalisme.
Dalam kasus ini, para akuntan
dianggap telah menghianati kepercayaan publik dengan penyajian laporan keuangan
yang direkayasa.
·
Kode etik yang ketiga yang dilanggar yaitu prinsip
integritas
Prinsip integritas yaitu untuk
memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya, dengan integritas setinggi mungkin.
Dalam kasus ini, sembilan KAP
tersebut tidak bersikap jujur dan berterus terang kepada masyarakat umum dengan
melakukan koalisi dengan kliennya.
·
Kode etik keempat yang dilanggar yaitu prinsip
objektifitas.
Prinsip objektifitas yaitu setiap
anggota harus menjaga obyektifitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Dalam kasus ini, sembilan KAP
dianggap tidak objektif dalam menjalankan tugas. Mereka telah bertindak berat
sebelah yaitu, mengutamakan kepentingan klien dan mereka tidak dapat memberikan
penilaian yang adil, tidak memihak, serta bebas dari benturan kepingan pihak
lain.
0 komentar:
Posting Komentar